Mohammad Zaka, Sosok Warga LDII di Balik Karang Sari Menjadi Sentra Pertanian

BANYUASIN,(25/3)-Bukan hal yang mudah mengolah lahan tidak produktif menjadi wilayah penghasil beras terbesar. Banyak faktor yang menjadi penghambat dan tantangan. Namun dengan tekad dan konsistensi, wilayah yang tidak produktif dan ditinggalkan dapat menjadi wilayah yang memberikan kesejahteraan. 

Seperti yang terjadi di Desa Karangsari, Karang Ageng, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Wilayah yang dulunya berupa lahan yang tidak produktif, kini menjadi bagian dari daerah penghasil beras terbesar ke-4 nasional.

Desa bernama Karangsari ini adalah sebuah daerah transmigrasi yang terletak di Wilayah Karang Agung Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Belum ada akses lain yang lebih cepat untuk menjangkau desa ini. Dibutuhkan waktu dua jam perjalanan menggunakan transportasi air, speedboat yang berangkat dari dermaga Jembatan PU Jalan Tanjung Api-api. 

Dilihat dari kondisi geografisnya, Desa Karangsari dikelilingi perairan, tidak aneh jika yang terlihat di desa ini lebih banyak jalur sungai-sungai kecil atau kanal yang tersusun membatasi antar desa. Berbagai jenis burung akan menyambut dan menghibur saat melintasi jalur Sungai Musi menuju desa yang memiliki luas 1.240 hektare. Dari luas tersebut, 120 hektare pemukiman, 320 hektare perkebunan dan pertanian seluas 800 hektare.

Aktivitas Petani Desa Karang Sari saat Panen menggunakan mesin panen TR4.

Di balik keberhasilan menjadi daerah pertanian yang mensejahterakan warga Desa Karang Sari, ada sosok pria yang memiliki gagasan dalam membangkitkan semangat para transmigran untuk berjuang hingga kesejahteraan menjadi milik mereka. Dialah Mohammad Zaka (47), putra transmigran asal Bojonegoro yang berhasil menggerakkan potensi pertanian di daerah ini.
Sejak tahun 2009 awal menjabat sebagai Kepala Desa, Mohammad Zaka yang juga Ketua PC LDII Karang Agung Ilir sudah mulai memperbaiki pertanian di Karang Sari. Mulai dari memperbaiki sistem Irigasi, membentuk 19 Kelompok Tani hingga peningkatan pengetahuan dengan mendatangkan beberapa penyuluh pertanian.

Tidak hanya sebagai Penggerak Pertanian wilayah Desa Karang Sari, beliau juga menjadi penggerak dan Pelopor Pertanian Warga LDII Kecamatan Karang Agung Ilir yang mencakup enam desa dengan luas lahan mencapai 900 hingga 1000 hektare.

Dengan semangat, Mohamad Zaka mengajak dan mendorong masyarakat Karang Sari dan warga LDII untuk terus memaksimalkan potensi pertanian dan perkebunan di Desa Karang Sari dan daerah Karang Agung secara umum dengan penggunaan tekologi tepat guna.

Untuk pengelolaan lahan perlu diperhatikan irigasi dan normalisasi saluran, karena dengan tidak lancarnya saluran mengakibatkan tingginya pirit sehingga berdampak gagal panen. Kemudia untuk mengatasi kelangkaan pupuk, petani berinovasi dengan membuat pupuk organik yang diberi nama POC (Pupuk Organik Cair).

“Terima kasih juga adanya bantuan TR4 dari pemerintah sehingga lebih efisien dan mempermudah dalam pemgolahan lahan sehingga hasilnya lebih meningkat. Bahkan kini banyak yang dari Jawa ingin kembali ke Karang Sari,” ujar Zaka.

Karena Desa Karang Sari merupakan daerah pertanian pasang surut, petani menggunakan cara tanam dengan sistem TABELA (Tabur Benih Langsung/ditabur). Dalam satu tahun bisa dua kali tanam. Zaka juga berupaya melakukan peningkatan Indeks Pertanaman (IP) dari IP 100 menjadi IP 200 dan hasilnya, dalam satu hektar petani mampu menghasilkan 5-8 Ton/Ha Gabah Kering Panen dengan harga Rp3400 per kilogram. 

Keberhasilan Zaka juga tak terlepas dari perjuangan ayahnya, KH. Mahfudz Sholeh yang juga selaku Dewan Penasehat DPW LDII Sumatera Selatan. Bermula pada tahun 1985 menjadi ketua rombongan program transmigrasi dari Jawa ke Sumatera sebanyak 44 KK. “Berangkat dari Sukoharjo pada 25 Desember 1985 dan sampai di Karang Agung pada 10 Januari 1986,” katanya.

Perjuangan Mahfudz dan rombongan tidaklah muda. Dua tahun kemudian, satu persatu transmigran rombongannya kembali ke Jawa hingga totalnya mencapai 24 KK. “Dulu daerah ini belum bisa ditanami dan tidak menghasilkan, apalagi yang datang memang rata-rata bukan petani, tapi buruh pabrik akibatnya tidak kerasan dan pulang,” tambahnya.

Pada tahun 1998 sektor pertanian yang mereka rintis mulai terlihat potensinya walau jauh dari kata berhasil.  Kini pada 2021 Karang Sari memiliki potensi pertanian yang luar biasa dan masyarakat juga semakin sejahtera. Selain itu, Karang Sari juga merupakan salah satu desa penghasil kelapa yang menyuplai pasar lokal Sumsel bahkan ekspor ke Thailand.

Siapa sangka, Desa Karang Sari yang dulunya banyak transmigran tidak betah bermukim mengembangkan dan membuka lahan hingga mereka pulang kembali ke daerah asal, kini desa yang dihuni sebanyak 1783 jiwa itu menjadi primadona petani. Lahannya kini menjadi lautan padi yang tumbuh subur hingga menjadi penyokong Lumbung Pangan Sumatera Selatan dan Nasional.
“Bahkan, dua sampai tiga tahun belakangan sudah 30 persen rombongan kami telah selesai melaksanakan ibadah haji,” katanya.
 
Masih ada kendala yang tersisa. Saat ini problem yang dihadapi petani Karang Sari adalah belum ada akses yang lebih cepat untuk mendistribusikan hasil pertaniannya. Zaka yakin jika pemerintah segera membangun infrastruktur seperti dermaga dan jalur distribusi dapat memangkas waktu tempuh pendistribusian hasil pertanian Desa Karang Sari.(Taufiq/KIM/Lines)

ARTIKEL TERKAIT

Latest news